Kamis, 11 November 2010

Intubasi Endotrachea pada Pasien Dewasa-Textbook Reading


Intubasi endotrakeal merupakan salah satu keterampilan yang penting untuk dikuasai dalam penanganan pasien yang tidak sadar, pasien yang akan di anastesi atau pada pasien yang gawat. Intubasi endotrakeal bisa menjadi sulit dan dapat menimbulkan komplikasi. Komplikasi yang paling serius adalah kerusakan otak akibat hipoksemia dan kematian. Kerusakan jaringan lunak yang terkadang fatal bisa diakibatkan oleh trauma saat pemasangan intubasi. Oksigenisasi harus dipertahankan terlebih dahulu jika terdapat kesulitan saat memasang intubasi endotrakeal dan percobaan intubasi harus ditunda hingga oksigenasi telah diperbaiki.
Tidak ada teknik dari manajemen jalan napas yang selalu berhasil sehingga penting mempersiapkan strategi lain untuk menghadapi kesulitan yang tidak terduga. Penggunaan pedoman Difficult Airway Society direkomendasikan. Banyak teknik alternatif yang dapat digunakan pada intubasi endotrakeal pada pasien yang diduga tidak mungkin dengan visual laringoskop Macintosh standar. Minimal kita dapat menguasai 1 teknik alternatif yang tersedia. Dua tipe rigid direct laryngoscope (Macintosh dan Straight) dan 1 tipe rigid indirect laryngoscope (Bullard) akan dibahas pada bab ini.

Anatomi dasar dari direct laryngoscope untuk intubasi endotrakeal
            Sukses atau tidaknya teknik direct laryngoscope tergantung pada didapatkannya garis pandangan (LOS) dari gigi maxillar sampai ke laring; penanganan dasar lidah dan epiglottis juga sangat penting. Posisi awal terbaik untuk pemasangan intubasi endotrakea adalah posisi “sniff”, yaitu fleksi leher bagian bawah dan kepala diekstensikan. Ekstensi kepala maksimum dengan pergerakan gigi maksilla. Perubahan posisi terkadang juga bisa mengoptimalkan pandangan. Pada sebagian kasus, bahu yang dinaikkan pada pasien gemuk dapat mempermudah mengekstensikan kepala.


Laryngoscope tipe rigid digunakan untuk memindahkan jaringan lunak yang menghalangi pandangan (LOS). Lidah didorong ke arah horizontal, mandibula dan hyoid didorong ke arah anterior dan epiglottis dielevasikan. Jika tenaga yang digunakan untuk memindahkan jaringan lunak terlalu besar, maka dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan lunak tersebut. Hal ini bisa terjadi pada penggunaan laryngoscope direct. Kekuatan yang digunakan pada bagian vektor (magnitude dan arah) ditujukan untuk menghasilkan pandangan yang optimal pada daerah laring. Kekuatan terbesar diberikan pada epiglotis dan diarahkan pada sisi kanan LOS. Beberapa faktor penyulit yang dapat mempengaruhi LOS dan penyebab penyulit pada laringoskop direct ditunjukkan pada tabel 8.1. Pemeriksaan preoperatif jalan napas ditujukan untuk memprediksi kemungkinan kegagalan mendapatkan sudut pandang atau LOS yang diakibatkan karena adanya faktor kelainan anatomi baik fisiologis ataupun yang patologis. Beberapa kondisi seperti hiperplasia tonsil tidak bisa dideteksi pada pemeriksaan pre-anastesic.

Tabel 8.1 beberapa penyulit pada laringoskopi direct
  • Kepala kurang terekstensi
  • Mulut terbatasi untuk membuka
  • Hipoplastik mandibula
  • Gigi yang besar atau keanehan pada gigi
  • Macroglossia (relatif atau absolut)
  • Mandibula yang sempit
  • Lesi pada epiglottis atau vallecula
  • Lingual tonsil hiperplasia

Persiapan
            Jika pada anamnesis dan pemeriksaan fisis tidak didapatkan faktor penyulit, maka dapat dilakukan persiapan untuk melakukan intubasi endotrakeal setelah dilakukan anastesi umum. Personel, obat dan alat yang cukup harus tersedia. Daftar peralatan yang harus tersedia dapat dilihat pada tabel 8.2.
            Jalur intravena dan monitor pemantau denyut nadi, tekanan darah non invasif dan saturasi oksigen sudah terpasang. Pasien sudah di pre-oksigenasi, dan anastesi intravena serta neuromuskuler blok telah diberikan. Paralisis memfasilitasi laringoskop direct dengan tingkat keberhasilan tinggi dan minimal trauma. Pelemas otot tidak boleh diberikan jika dijumpai faktor penyulit (intubasi awake flexible fibreoptic adalah teknik yang dianjurkan).
            Intubasi endotrakeal juga bisa dilakukan pada pasien yang bernapas spontan setelah pemberian anastesi inhalasi. Anastesi inhalasi yang dalam juga dibutuhkan dan ini bisa menyebabkan komplikasi seperti hipoventilasi, hipotensi arterial, disritmia dan aspirasi pada paru-paru. Kondisi yang diinginkan untuk penggunaan laringoskopi direct bisa didapatkan tanpa penggunaan pelumpuh otot. Patensi jalan napas dapat hilang ketika induksi inhalasi digunakan pada pasien dengan penyumbatan jalan napas yang inkomplet dan pembuatan jalan napas dengan pembedahan diperlukan secepatnya.

Tabel 8.2  Peralatan dasar penting
  • Mesin anastesi yang telah diperiksa
  • Range of anastesia masks, LMAs orofaringeal dan nasofaringeal airways
  • 2 pegangan laringoskop
  • Trakeal tube
  • Stylet dan introducer
  • Spoit untuk mengembangkan cuff
  • Jelly untuk pelumas
  • Alat suction
  • Forceps margill
  • Plester
  • Capnograph

Macintosh laringoskop dan teknik penggunaan laringoskop
            Teknik laringoskopi Macintosh tergantung pada elevasi indirect dari epiglottis dan paling sering digunakan di sebagian besar pusat pelayanan kesehatan. Dengan menggunakan teknik ini, sebagian besar pasien dapat terlihat laringnya.
            Pasien diposisikan dengan leher fleksi dan telah diberikan anastesi. Jika otot-otot telah lumpuh, kepala dieksentesikan secara maksimal dan mulut pasien dibuka separuh. Posisi yang benar dinamakan posisi “sniffing”. Konsep ini pertama kali diperkenalkan oleh Ivan magill. Seberapa besar leher harus difleksikan masih belum dapat ditetapkan. Adnet et al, membandingkannya dengan posisi ‘snifing’ dengan leher yang terekstensi mendapatkan tidak ada keuntungan yang bisa mempermudah pemasangan laringoskop pada pasien. Bagaimanapun juga, mereka menggunakan bantal yang hanya setinggi 7 cm. Horton et al, menemukan bahwa sebagian ahli anastesi yang berpengalaman memposisikan leher terfleksi dengan sudut 290. Laringoskop macintosh (ukuran yang direkomendasikan untuk pasien dewasa adalah ukuran 4) dimasukkan melalui mulut sebelah kanan menuju ke lidah kanan dan dimasukkan perlahan-lahan, menghindari kontak dengan mukosa dari arcus palatoglossus. Saat di masukkan, bilah dari laringoskop memindahkan lidah ke sebelah kiri. Setelah memastikan bahwa bibir tidak terperangkap diantara bilah dan gigi pasien, angkat perlahan-lahan untuk mendapatkan mulut terbuka secara maksimal bersaman dengan itu masukkan laringoskop lebih dalam. Saat epiglottis sudah dapat terlihat, ujung dari laringoskop sudah mencapai vallecula dan bagian epiglottis dielevasikan untuk memperlihatkan bagian inlet pada laring. Tingkat kedalaman insersi dan kekuatan mengangkat yang dioptimalkan untuk mendapatkan lapangan pandang terbaik untuk melihat laring. Kekuatan mengangkat yang tepat juga diperlukan (kurangnya kekuatan adalah salah satu penyebab kegagalan terlihatnya laring). Jangan bersandar pada gigi karena dapat menyebabkan kerusakan pada gigi dan mengurangi sudut pandang dari laring; bagian distal terdorong ke arah anterior keluar dari LOS dan bagian proksimal dari bilah terputar ke dalam LOS.


            Saat didapatkan lapangan pandang laring yang bagus, kita dapat melihat plika vocalis, lipatan aryepiglottic dan kartilago posterior. Pada kasus yang lain, hanya kartilago posterior atau hanya epiglottis saja yang terlihat. Pada kasus yang terburuk, hanya palatum atau dinding faring posterior saja yang dapat terlihat. Kadang-kadang esofagus juga dapat terlihat; berbentuk bundar dan terlipat, dan tidak mempunyai struktur yang distinctive..

Jika hanya sedikit bagian yang dapat terlihat dari laring, ada 3 manuver yang dapat dilakukan:
1.      External Laryngeal Manipulation (ELM), biasanya di bagian kartilago tiroid, dengan menggunakan tangan kanan dari ahli anastesi dan digunakan untuk mengoptimalkan sudut pandang. ELM berbeda dengan penekanan krikoid, hal ini penting dan komponen yang terintegrasi dari laringoskopi direct. Asisten selanjutnya dipandu untuk mengaplikasikan ELM yang sama.
2.      Mengangkat bagian occiput pasien dari bantal dengan menggunakan tangan kanan, ketika memindahkan arah dari traksi dengan laringoskop untuk membuat axis lebih horisontal atau sedikit bergeser ke bawah.
3.      Minta kepada asisten untuk memajukan mandibula dengan cara memberikan penekanan ke arah atas pada rami mandibula. Meskipun cara ini belum terbukti pada kasus yang sulit, tapi cara ini dapat membantu laringoskopis yang belum berpengalaman untuk memudahkan mendapat sudut pandang yang tepat.
Jika sudut pandang masih tetap buruk, periksalah apakah anda telah menggunakan seluruh manuver yang ada pada tabel 8.3. Jika sudut pandang terbaik belum didapatkan, pertimbangkan untuk menggunakan transducer secara buta, teknik laringoskop yang lain atau mengabaikan laringoskopi dan menghubungi bantuan.
Saat lapangan pandang dari laring sudah optimal, asisten menarik sudut mulut ke arah lateral dan memasukkan trakeal tube. Jangan mengalihkan pandangan dari laring hingga trakeal tube telah masuk hingga trakea. Memasukkan dari sebelah kanan LOS (via sudut mulut) memudahkan ahli anastesi untuk memantau perkembangan trakeal tube melalui laringeal inlet. Bentuk optimal dari saluran trakeal tube dengan laringoskop Macintosh  adalah seperti tongkat hoki. Sebuah stilet yang telah di lubrikasi dapat membantu untuk memberikan bentuk yang optimal, dan ini adalah sebuah latihan yang baik untuk memposisikannya dengan benar sebelum menginduksi obat anastesi. Saat tube telah memasuki trakea, pindahkan stilet, jaga agar tube tetap ditempatnya. Tube dikatakan telah masuk jika bagian cuff telah melewati plika vokalis sejauh 2-3 cm, sering juga dipakai penanda garis pada tube. Kembangkan cuff untuk memngunci posisinya pada trakea. Dikatakan oleh beberapa otoritas tentang kegunaan dari stilet. Dipercaya bahwa penggunaan stilet dapat menyebabkan perforasi pada trakea atau faring.
Tabel 8.3 Cara mengoptimalkan lapangan pandang pada laringoskop direct
  • Kepala diekstensikan secara maksimal
  • Seluruh lidah di geser ke arah kiri
  • Mulut dibuka secara maksimal
  • Insersi laringoskop dengan kedalaman yang optimal
  • Tenaga mengangkat yang maksimal pada arah yang tepat
  • ELM dilakukan dengan tangan kanan dari anastesist
  • Mengankat occiput dengan tangan kanan
  • Protrusio mandibula yang dilakukan oleh asisten

Melakukan konfirmasi pada posisi tube adalah suatu yang harus segera dilakukan untuk menghindari kematian yang diakibatkan hipoksemia sebagai konsekuensi dari penundaan atau gagal dari kelanjutan intubasi esofagus. Metode yang paling tepat adalah konfirmasi secara visual dari tube yang telah masuk ke dalam trakea, tetapi cara ini tidak selalu memungkinkan untuk dilakukan. Jika konfirmasi secara visual tidak dapat dilakukan, kecurigaan yang tinggi bahwa tube salah posisi harus tetap dipertahankan dan gunakan cara lain untuk memastikan bahwa posisi tube telah benar.

Jika intubasi esofagus tidak termasuk, sangatlah penting untuk mengkonfirmasi bahwa bagian ujung dari tube telah terletak tepat di trakea dan tidak terletak di bronkus kanan. Auskultasi dapat dilakukan untuk mendengarkan suara napas yang simetris yang terdengar dikedua bagian paru di bawah axilla. Hipoksemia atau adanya peningkatan tekanan jalan napas merupakan pemicu untuk memastikan apakah posisi trakeal tube telah tepat, karena selama jalannya operasi posisi tube dapat saja berubah. Saat posisi tube sudah tepat dan telah dikonfirmasi, setelah itu diamankan supaya tidak keluar ataupun tidak masuk ke dalam bronkus kanan. Untuk fiksasi kita bisa menggunakan plester. Berikan tanda pada tube setinggi bibir pasien untuk mengetahui kedalamannya.
Penting untuk dicatat luas lapangan pandang dari laring yang telah kita dapatkan. Informasi ini penting, apabila di kemudian hari dilakukan kembali tindakan manajemen jalan napas. Gambaran standart yang digunakan adalah klasifikasi menurut Cormack dan Lehane (1984):
1.      Grade 1 à seluruh laring dapat terlihat
2.      Grade 2 à bagian posterior dari laring saja yang dapat terlihat
3.      Grade 3 à hanya epiglotis saja yang dapat terlihat
4.      Grade 4 à tidak ada bagian laring yang dapat terlihat
Keberhasilan kita menggunakan teknik Macintosh tergantung pada perpindahan lidah ke sebelah kiri dari laringoskop dan penempatan bagian tip dari laringoskop pada vallecula. Jika posisi laringoskop yang tepat tidak didapatkan, mustahil kita dapat mengangkat epligottis dan dapat melihat laring. Istilah ‘anterior laring’ dan ‘floppy epiglottis’ biasanya digunakan pada situasi seperti ini. Istilah ini dapat merusak analisa dari masalah yang sesungguhnya dan penggunaannya harus ditinggalkan.


Ada 2 tipe laringoskop Macintosh. Laringoskop tipe McCoy menggunakan pengungkit untuk melenturkan bagian ujung pisau laringoskop. Tipe ini dapat meningkatkan lapangan pandang pada beberapa pasien grade 2-3. Laringoskop tipe left-entry Macintosh di desain untuk melakukan insersi melalui bagian kiri mulut pasien. Tipe ini dapat digunakan pada pasien yang kehilangan gigi maksilla kiri atas.
.
Trakeal tube intoducer
            Trakeal tube introducer, berguna terutama jika lapangan pandang laring termasuk dalam grade 3 tetapi epiglottis masih dapat untuk diangkat dari dinding posterior faring. Teknik ini seharusnya dilatih pada pelatihan simulasi intubasi endotrakeal dengan penyulit. Alat yang paling banyak dipakai adalah original reusable Eschmann trakeal tube introducer. Introducer yang lain belum diteliti dengan baik, dan insidensi dari komplikasi mungkin akan lebih tinggi dengan penggunaan peralatan yang kaku.
            Laringoskop Macintosh, diperkenalkan seperti yang digambarkan di atas dan lapangan pandang dioptimalkan dan dipertahankan. Laring harusnya terletak pada garis tengah dibelakang epiglottis. Introducernya dilengkungkan jadi introducer akan dapat melewati daerah belakang epiglottis dan dapat melintasi diantara plika vokalis. Introducer melewati secara tegas dari posisi lateral ke garis tengah. Tanda yang paling penting jika introducer telah melintas di trakea adalah sensasi seperti bunyi klik saat introducer menyentuh bagian kartilago dari trakea, dan peningkatan resistensi terhadap lintasan (‘hold up’) saat bagian ujung menyentuh karina, tanda ini harus selalu dicari. Trakeal tube kemudian dilewatkan melewati introducer menuju trakea. Posisi dari laringoskop terus dipertahankan untuk menciptakan jalur yang tepat, kemudian tube diputar 90o berlawanan arah jarum jam saat dimasukkan. Penggunaan trakeal tube yang sempit dapat mempermudah railroading. Penggunaan semua teknik blind seharusnya dibatasi untuk percobaan yang hati-hati.

Straight laringoskop (teknik paraglossal)
            Laringoskopi direct dengan menggunakan straight laringoskop adalah teknik pertama yang boleh dipergunakan intubasi endotrakeal dibawah penglihatan. Teknik ini memudahkan dilakukannya intubasi endotrakeal dengan melihat posisi laring secara jelas pada sebagian besar pasien yang tidak mungkin bisa dengan laringoskop Macintosh. Faktor yang berpengaruh pada didapatkannya lapangan pandang yang lebih bagus,  dengan menggunakan straight laringoskop dapat lebih efektif untuk memindahkan lidah dari LOS dan lebih baik untuk digunakan mengangkat epiglottis. Straight laringoskop mungkin berperan dalam pasien yang mempunyai lesi  pada regio vallecula atau epiglottis, dan pada pasien yang mempunyai celah pada gigi kanan bagian atas. Teknik berbeda jika dibandingkan dengan teknik Macintosh, komitment usaha sangat dibutuhkan untuk menguasai teknik ini. Perbedaan dengan teknik Macintosh akan dijelaskan.
            Ekstensi kepala yang maksimal akan mempermudah untuk melakukan insersi laringoskop dan memastikan terjadinya kontak yang minimal dengan gigi maksilar. Rotasi kepala pasien ke arah kiri juga bermanfaat. Laringoskop diinsersikan pada sebelah kanan dari garis tengah dan berjalan melewati saluran paraglossal ke arah kanan dari lidah. Mungkin diperlukan mulut yeng terbuka secara maksimal dan teknik gunting ( jempol kanan menekan gigi di mandibula, jari tengah atau telunjuk menekan gigi di maksilla) dapat berguna. Jika didapatkan kesulitan, ujung proksimal dari laringoskop harus diposisikan ke arah paling lateral yang paling mungkin dari mulut (biasa disebut teknik retromolar). Ujung dari laringoskop berjalan melewati bagian posterior dari epiglottis dan tenga yang cukup untuk mengangkat diperlukan untuk mendapatkan elevasi maksimum dari epiglottis. Ujung laringoskop harus melewati bagian anterior dari commisura laring, jadi gerakan mundur dari laringoskop tidak menghasilkan kehilangan kontrol terhadap epiglottis. Posisi ini juga dapat mempermudah pemasangan trakeal tube. Jika plica vocalis tidak terlihat, kemungkinan ujung laringoskop berada di sebelah kanan dari fossa pyriformis, dan perputaran ke arah kiri dari ujung laringoskop akan memindahkannya ke arah garis tengah, bagian belakang dari epiglottis. Jika bagian ujung laringoskop terletak di esofagus (memasukkan dengan sengaja ke dalam esophagus tidak direkomendasikan),  laringoskop akan terletak di bagian posterior kartilago krikoid dan ELM menimbulkan sensasi unik dari menggelindingnya ujung bilah laringoskop di laring. jika lapangan pandang bertambah buruk setelah ujung laringoskop telah diperbaiki, dianjurkan untuk menggunakan manuver yang telah dijelaskan pada teknik Macintosh.
            Trakeal tube dimasukkan jika telah dapat melihat laring dengan optimal. Jika tidak didapatkan penglihatan yang optimal, bisa digunakan introducer sebagai pemandu jalur masuknya trakeal tube. Introducer tidak direkomendasikan untuk digunakan pada teknik paraglossal straight laringoskop jika kita tidak bisa melihat posisi laring. Verifikasi dari posisi trakeal tube, pengembangan cuff, dan memfiksasi tube menggunakan cara yang sama seperti teknik Macintosh.


Laringoskop tipe Bullard
            Bullard laringoskop diperkenalkan pada tahun 1980 akhir. Laringoskop ini secara anatomi berbentuk laringoskop fibreoptik yang kaku, yang dapat memberikan penglihatan terhadap laring tanpa merusak jaringan sekitar. Laring dapat dilihat pada pasien yang terbukti sulit atau tidak mungkin terlihat jika menggunakan laringoskop direct yang konvensional. Pandangan ini bisa didapatkan saat kepala pasien pasien berada dalam posisi netral. Bullard laringoskop mempunyai cara penggunaan yang sederhana dan bisa digunakan dengan mudah di bangsal rumah sakit atau pada ruangan gawat darurat. Laringoskop ini juga bisa digunakan pada pasien yang hanya mendapatkan anastesi topikal. Untuk pemasangan yang optimal dibutuhkan latihan yang teratur.

Intubating laryngeal mask airway
            Sebenarnya laryngeal mask airway tidak di desain sebagai conduit untuk intubasi endotrakeal, dan intubasi secara buta yang mempunyai angka keberhasilan yang rendah. Penggunaan dari kateter aintree melalui laringoskop fibreoptik flexible dapat mempermudah intubasi endotrakeal menggunakan LMA klasik. ILMA (Intubating Laryngeal Mask Airway) didesain sebagai saluran  untuk intubasi endotrakeal. Intubasi endotrakeal dapat dilakukan tanpa melihat posisi laring atau dengan di bawah penglihatan dengan menggunakan laringoskop fibreoptik fleksibel. Tingkat kesuksesan yang tinggi dapat dicapai. Teknik yang direkomendasikan banyak berbeda dari LMA klasik, jadi pengguna harus mempelajari materi pembelajaran pabrikan dan menggunakan teknik pada saat operasi.
Teknik lain
            Macewen (1880) adalah orang pertama yang menggunakan jarinya untuk memandu trakeal tube untuk memasuki laring dan teknik ini mungkin masih dapat berguna baik berdiri sendiri ataupun bila digabungkan dengan teknik lain. Bermacam-macam teknik gabungan telah digambarkan dan mungkin dapat berguna dalam situasi tertentu.

Intubasi nasotrakeal
            Intubasi nasotrakeal perlu dilakukan jika jalur oral tidak bisa digunakan. Jalur nasal harus digunakan pada pasien yang mempunyai riwayat fraktur basis kranii (baru atau lama) jika tidak ada alternatif yang lain. Riwayat operasi kelenjar pituitary tras-spheinodal juga salah sati kontraindikasi dilakukannya blind passage dari nasal tube.
            Resiko terjadinya kerusakan polip nasal dan turbinasi bisa dikurangi dengan cara memasukkan melalui cavum nasi dengan menggunakan laringoskop fibreoptik fleksibel, tapi teknik lama dari intubasi nasotrakeal tetap banyak digunakan. Jika memungkinkan, mukosa dari nasal harus disusutkan dengan menggunakan vasokonstriktor  sebelum dilakukan induksi anastesi. Intubasi nasotrakeal biasanya dilakukan setelah pemberian anastesi intravena dan pasien telah dilumpuhkan. Tube yang mempunyai cuff panjang dan sempit (lebih kecil dari 7,5mm untuk pria dan 7 mm untuk wanita) dihangatkan terlebih dahulu sebelum digunakan. Tube ini di insersikan ke bagian anterior dari cavum nasi. Memasukkan sebuah kateter suction melalui trakeal tube dan nasofaring, yang diikuti oleh trakeal tube,  dapat mengurangi resiko terjadi masuknya tube ke daerah submukosa. Rotasi yang hati-hati dari tube yang menyempit atau memasukkan melalui cavum nasi bisa dipertimbangkan jika terdapat resistensi pada proses memasukkan tube. Tube terletak di antara palatum dan dinding bagian posterior faring, terhadap laring.
            Penggunaan laringoskop untuk mempermudah under vision intubasi nasotrakeal dan laringoskop harus diposisikan saat bagian ujung tube telah mencapai orofaring. Kepala yang di ekstensikan mungkin bisa digunakan untuk membuat bagian ujung dari trakeal tube lebih ke arah anterior. Kemajuan yang lebih jauh dari trakeal tube mungkin bisa dipermudah dengan memflexikan posisi kepala dan leher, yang meluruskan axis dari ujung tube terhadap trakea. Teknik alternatif yang bisa digunakan adalah dengan memakai Margill forceps untuk memegang trakeal tube dan menuntunnya menuju trakea. Kemudia asisten mendorong tube.
            Rowbotham dan Magill (1921) mengembangkan teknik blind nasal intubation pada pasien yang masih bernapas spontan. Sebenarnya digunakan anastesi inhalasi dalam, tetapi teknik ini tetap dapat dibuat pada pasien sadar yang hanya diberikan anastesi topikal. Pemajuan dari trakeal tube dipandu dengan perubahan suara napas pada akhir bagian proksimal tube (pengerasan dengan menggunakan siulan akan sangat membantu) dan dengan mempalpasi jaringan. Blind intubasi nasal mungkin masih dapat berguna jika penggunaan laringoskop fibreoptik fleksibel gagal atau tidak tersedia alatnya. Blind intubasi nasal pada pasien yang apneu mepunyai tingkat kesuksesan yang rendah dan penggunaannya tidak direkomendasikan pada pasien yang menjalani operasi elektif.

Kesimpulan
1.      Harus dilakukan pengukuran dan pencatatan setiap pemeriksaan jalan napas untuk setiap pasien sebelum dilakukan induksi anastesi
2.      Jangan diberikan pelumpuh otot jika anda mencurigai  adanya masalah dengan intubasi endotrakeal, usaha ventilasi dengan masker atau teknik penyelamatan
3.      Memasang peralatan dan memiliki personel yang tepat sebelum melakukan induksi anastesi
4.      Usaha pertama pemasangan intubasi endotrakeal harus menjadi yang terbaik
5.      Selalu periksa dan pastikan: ekstensi dari kepala, pembukaan mulut, kontrol terhadap lidah, kekuatan mengangkat dan teknik ELM
6.      Selalu pastikan lapangan pandang dari laring sebelum memasukkan trakeal tube
7.      Jika menggunakan blind introducer, lakukan secara hati-hati untuk meminimalkan resiko terjadinya trauma dan untuk memudahkan verifikasi dari letak trakea. Tidak boleh melakukan percobaan lebih dari 3 kali
8.      Meningkatkan kemampuan manajemen jalan napas. Laringoskop Macintosh, introducer, masker laring saja tidak cukup.
9.      Laringoskop tipe Straight dan Bullard menawarkan keuntungan yang lebih dan hal itu telah terbukti benar. Alat ini seharusnya digunakan secara reguler
10.  Intubasi nasotrakea dapat menyebabkan terjadinya trauma. Teknik ini harus dilakukan secara hati-hati, idealnya dengan dikontrol oleh alat fibreoptik.